Tidak Selamanya Diam Itu Emas,^^


.

Dia dahulu punya adek angkat. Adek ketemu gedhe yang akrab. Jauh sebelum bertemu saya, mereka suka makan bareng, doing something together, saling sms, saling ejek, dan perlakuan akrab lainnya. Yup, dalam masa vacuum of power, dia bahagia-bahagia saja memanjakan sang adek angkat. Sampai hari ketika dia bertemu saya, kami mulai berkomunikasi sampai akhirnya menjalin hubungan yg lebih dari sekedar teman. Beberapa bulan berjalan, saya baru tahu keberadaan sang adik angkat. Well, sesuai cerita dia, sepertinya mereka dekat. Saya yang merupakan orang baru tentunya pengen berkenalan ala kadarnya, setidaknya sebatas saling menyapa tanpa bersua pun tak apa. Saya berusaha menghormati privasi dia dalam berhubungan dengan orang lain tanpa melupakan komitmen yang kami bikin. Dengan berkenalan ala kadarnya kan berarti niatan awal baik.
Walaupun saya dalam hati menarik kesimpulan bahwa kedekatan mereka kurang wajar. Bukan, bukan ‘kedekatan mereka’ tapi lebih kepada ‘perlakuan si-adek angkat terhadap dia’ yang terasa kurang wajar. Suka ngajak main bareng, suka memulai sms, suka membuatkan makanan dan mengantarkannya ke kos dia, dan suka hal-hal lain yang menandakan sikap seorang wanita yang berharap diperlakukan lebih. Mengetahui dan menyadari hal itu bukannya membuat saya cemburu. Ahai, saya juga pernah bertepuk sebelah tangan kawan. Kalau saya jadi si adek, saya pun tidak akan rela bila mas angkat saya berubah setelah punya pacar. Tapi kalaupun saya jadi si adek saya juga akan tahu diri dan menjauh (kalau memang terlalu dekat). Jadi si dia saya wanti-wanti supaya berhati-hati dalam menyikapi kebaikan si adek, siapa tahu si adek memang berharap lebih, dan penerimaan dari si dia bisa disalah artikan. Wanita itu rapuh. Haha.
Menyadari semua hal itu, saya benar-benar rela kalaupun mereka bersenang-senang bersama saat saya jauh (saya dan dia LDR). Yah, nggak 100% sih, setidaknya saya tetap menuntut kabar.^^
Keinginan saya sih, kami dapat dolan bareng. Kalau si adek menganggap si dia sebagai mas-nya, ya saya iri dong, pengen diperlakukan sebagai mbak-nya pula.
Sampai suatu ketika si adek jadi teman facebook saya. Lega rasanya. Keberadaan saya seolah dihargai. Namun, kelegaan tidak terjadi lama, status-statusnya entah mengapa sering menyentil saya, sering menjurus, dan sedikit membuat saya gerah. Hampir itungan 5 bulan (seingat saya) kami berteman, dan tiba-tiba we’re unfriend. Uwow. Saya cari di daftar teman si dia pun si adek tidak ada. Kenapa anak ini, pikir saya.
Setelah perubahan status pertemanan itulah sms-sms dari si adek membanjiri inbox si dia. Aneh. Suka uring-uringan sendiri, menperingatkan sesuatu yang tidak jelas, baikan sendiri, uring-uringan lagi, dan tiap waktu solat datang, si adek dengan rajin mengajak solat si dia. Haaaa,,sebagai pacarnya saja saya tidak serajin itu. Saya jadi terganggu. Si dia lempeng-lempeng saja. Males menanggapi katanya. Jadi dia diam saja. Hoo, tidak selamanya dia itu emas.

Saya bereaksi. Saya gerah. Saya benci sms-smsnya.
Tidak, saya tidak cemburu. Saya hanya terganggu.

Kemudian, atas persetujuan si dia, saya mengirim pesan :
Saya (S) ; si adek (T)
S : T***, ini ruli. Maaf mendadak sms, saya memang pny hub.komitmen dengan R***, tp bukan ranah saya utk mncampuri hub.ny dg seseorang,well,saya g pnah cmburu dg hub.kalian, tp utk skrang saya terganggu,, kau yg notabene dket dg R*** lebih dulu boleh2 saja bhubungan, bkomunikasi layaknya kalian dulu,, But please don’t bother him with ur annoying texts. Klo memang mau ketemu silakan, g ada larangan dr saya, klo memang membawa kebaikan bagi kalian.
T : Ap yg dy keluhin ttg aq?
S : He never complain about u,,8)
T : Terus masalahnya apa?
S : Don’t bother him with ur annoying texts please. Pelampiasan dari apa sms2mu itu?
T : Pesan yang mana? Aq bs jelasin setiap sms yg aq kirim k dy, aq g pernah kirim pesan tnpa alsn.
S : Sip, coba jelasin. Saya memang tidak berhak tau,tp apa salahnya di obrolkan klo itu bisa menjembatani komunikasi kalian.
T : Km lg sm dy?
S : Iyap
T : Bilang sm dy, kalo dy bs backup smua pesan (inbox dn sent item dr aq slma 1.5 th terakhir), aq bka jelasin smuanya,,Oy, bisa minta tolg, kalo dy bner2 mw slsein mslh in, suruh ktmu sm aq, cm bdua aj, krn it mslahq sm dy..dn stlah it km blh mta dy crta smuany k km.. (km boleh nunjukinsms in k dy)
S : Terkadang masalah itu diri sendiri yang membuatnya. Woke, saya sampaikan. But please don’t be annoying people please,,I beg u,,Thank
T : Ud km sampein pesennya?
S : Udah, satu lg,,Please jangan menilai orang yang blm km kenal dengan baik.
T : Dy blng ap?

Cih, enak saja nanya nanya lagi. Sms terakhirnya tidak saya balas. Saya rasa cukup saya berurusan, selebihnya saya serahkan kepada dia untuk menyelesaikan apapun masalah mereka.
Hari berikutnya, saya menemukan sms si adek yang menyuruh si dia ‘solat lebih rajin dan kalau bisa dirukiyah’. Ups, tentang apa ini? Kok bawa-bawa rukiyah segala? Hantu? Setan? Atau apa? Saya penasaran. Si adek menyebut-nyebut email. Saya kepengin tahu, saya bertanya, dan dia memperbolehkan saya membaca email si adek.
Saya mulai membaca.

Saya syok.
Astagfirullah haladzim,,saya disangka hal yang tidak-tidak. Haha. Gila ini anak, pikir saya. Kata emailnya, si adek punya teman berkemampuan yang punya indera ke 6,,dan dari terawangannya, saya pake ilmu buat mencelakakan si adek dengan alasan pernah dekat dengan si dia. Uwow.
Kata temennya pula, saya sengaja menjauhkan mereka dengan cara-cara yang tidak logis. Temannya itu menunjuk poto profil saya di facebook saat diminta si adek menunjukkan siapa yang berniat mencelakakannya. Kenapa poto saya yang ditunjuk,,astagaaaaa,,,*brakot teman gilanya ituuuu,,>.<

Selesai membaca saya menanggapinya dengan marah. Emosi saya meluap. Pengen ngelabrak rasanya. Tapi setelah dapat advice dari sana sini, saya melunak, berpikir ulang. Well, saya harus menghadapinya dengan anggun. Anggap saja anak ini anak alay, ababil yang berimajinasi terlalu liar. Saya memutuskan untuk diam saja. Tapi, haha. Keputusan itu hanya sementara, saya gatal mengatainya. Saya harus membalasnya, walaupun hanya dengan sekali sms, setelah itu sudah. Saya akan hapus dia dari daftar calon teman.

S : Uwow,,imajinasimu liar sekali DEK T***, saya salut,,I’ve read ur email,,Ebuset,,klopun aq maen dukun ato santet juga pasti milih2, bukan ke kau,,ngaca donk. Maap maap saja, q terlalu berpendidikan utk melakukan hal yg kau tuduhkan,bahkan percayapun enggak,,Percaya itu pada Tuhan, Allah, bukan teman berkemampuan,,Tp dg picik+musriknya kau pcaya,hahaha. Well, kau g pantas jd temen sama sekali,,pdhl niat awalq baik,,Smg pikiranmu cepat terbuka DEK,jd kau bkal tenang,,amin.

Dan tanpa tahu malunya si adek membalas,
T : It yg aq alami, demi Tuhan juga aq g bohong, menurut km, ap yg harus lakukan kalo it tjd sm aq?

See?
She is moron.
Ups, it’s harsh to say. But that is MHO ‘bout her. Sorry.

Si adek benar-benar berpikir bahwa saya main dukun untuk mencelakakan dan menjauhkannya dari mas angkatnya.
Adududuhh,,Dek T*** sayang, menderitanya hidupmu kalau benar kau percaya perkataan temanmu yang entah punya niatan apa. Buat jajan saja susah, bagaimana mau main dukun, mana ada dana buat ngupah sang dukunnya saya,,>.<.

Hahahaha, karena suka mengungkit dan membuat sebal kalau membahas tentang si adek, saya dilarang menyebut namanya oleh si dia untuk 70 juta tahun ke depan. ^^/

Your Pass Will Never Be Bigger Than Your Future


.

Your pass will never be bigger than your future,,

Woaaaa,,,saya seperti menemukan suatu mantra sakti sehabis membaca kalimat di atas. Sangat sesuai. Perfect. Tepat sekali kawan. Iya. Saya memang akan menulis sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu.

Saya dan dia pernah berselisih tentang sesuatu menyangkut masa lalunya. Sesuatu yang berhubungan dengan kapasitas memori harddisk. Hanya beberapa Kb sih, tapi itu sangat amat mengganggu. Saya yang orang baru dikehidupannya merasa bahwa ‘Apa untungnya menyimpan ‘sesuatu’ itu? Hapus saja. Itu tidak berguna, wong ya nggak bakal dibuka lagi (atau diam-diam masih suka dinikmati?). Bukannya dengan menghapusnya bakal memberi ruang tambahan bagi memori baru. Bukannya dia sudah sama saya. Kenapa kenapa kenapa? Kenapa ‘sesuatu’ itu masih saja disimpan. Saya marah. Saya menuntut penjelasan, kalau bukan disimpan dengan hati, berarti ada logika dibalik penyimpanannya. Dan pembenaran darinya keluar. Dia menyimpan karena ‘ini’ ‘itu’ dan blah blah blahh… Akhirnya saya kalah, bukan karena menerima penjelasannya, tetapi lebih kepada ‘bahwa saya malas bertengkar gara-gara hal yang--lama-lama-saat-saya-berpikir-- kok tidak penting.

Perselisihan ditutup dengan saya menangis dan menyerahkan semuanya kembali kepadanya. Terserah saja mau dihapus, disimpan, dibuka-buka lagi (asalkan saya tidak tau) atau aktivitas apapun, saya akan mencoba tidak peduli. Itu kata saya kepadanya. Padahal dalam hati, sungguh saya sangat terganggu dengan ‘sesuatu’ itu.

Menurut pendapat saya kok tidak penting sekali menyimpan ‘sesuatu’ seperti itu. ‘Sesuatu’ itu terlalu detail untuk disimpan. Saya membencinya.

Masa lalu dengan seseorang. Well, saya kok lebih suka mengingatnya sebagai suatu rangkaian mozaik yang blur. Tidak perlu diingat terlalu detail. Tidak perlu menyimpan ‘sesuatu’ yang terlalu detail.

‘Sesuatu’ itu bukan barang loh kawan. Makanya saya mencak-mencak.

Bukan hal yang biasa untuk disimpan. Makanya saya protes.

Cuman hal yang cukup dikenang saja. Makanya saya heran.

Perselisihan selesai, saya diam. Tapi kadang terusik untuk mengungkit. 8D

Kemudian tiba-tiba saja malam ini saya punya pemikiran lain.

I think that I can deal with it.

Saya menemukan pemahaman bahwa masa lalu itu ya masa lalu saja, masa lalu ada dan akan selalu ada, bagaimanapun masa lalulah pembentuk masa depan. Tanpanya saya tidak akan bertemu dia. Tanpanya mungkin akan beda cerita. Jadi hormati saja masa lalu, wong ya itu sudah berlalu.

Your pass will never be bigger than your future.

Seperti rangkaian kalimat dalam bukunya Ucu Agustin--Being Ing (tidak persis sih, seingat saya saja yak) :

Berjalan meninggalkan masa lalu itu seperti saat kita menghadap cermin kemudian berjalan mundur. Pertama kita akan menatap bayangan diri kita lengkap dan jelas. Namun saat langkah mundur kita semakin menjauhi cermin, bayangan kita akan semakin kabur 'blur' tidak jelas lagi, dan kemudian kita tidak lagi berjalan menjauhinya tetapi berjalan berbalik, dan dengan mantap melangkah ke depan.

It would just freeze at the corner of memory and silence. Jadi tidak perlu diusik. Biarkan saja. Tidak perlu curiga. Haha.