Puncak Pangrango


.

Dulu saat jaman kuliah, ngumpul bareng sama anak2 kosan penuh rumpi, sempet ada acara tivi yang reality show tentang lamar-melamar. Lupa judul tepatnya sih, Tapi kayaknya ada kok. Nah karena kami mahasiswa tak ada kerjaan dan pengangguran, gemarlah kami nonton acara itu.
Berteriak geli kalau cara melamarnya norak. Ikutan terharu kalau dilamar dengan manis. Dan di dalam hati berharap someday, someone will do the same.

Someday, yah, 4 atau 5 tahun lagi lah ya dari tahun-tahun mahasiswa. Umur-umur 25 tahun atau 26, atau 27 juga boleh.

And you do.

Did something sweet to propose me.

Haghaghaghag. Dan rasanya maluuuuu.

Malu dan bahagia pastinya. Karena tak ada tanda atau indikasi yang mengarah kesana. Walaupun kita sering membicarakan masalah menikah dan sebagainya, tapi dilamar secara pribadi menjadi syarat mutlak bagi dia untuk kami menikah. Saya mengajukan persyaratan, ingin dilamar dengan hal yang memalukan. Sejauh apa dia berniat, sejauh apa rasa malunya, dan sejauh apa keinginannya menikahi saya.
Sebelum datang ke orang tua saya dia harus sudah melamar secara pribadi.
And he did it on the Pangrango Mountain. Yeyyy!!
Bukan tepat di puncaknya sih, tapi setelah puncak ada padang edelweis. disana..disana..DISANA.. he down his knees, said something ordinary ' Will you marry me?' with his smirk smile.

Of course i said, Yes, i will.

Menyadari rasa canggungnya. Dan kesediaannya memenuhi persyaratan bodoh, yang sebenarnya tidak perlu. Yang sebenarnya tanpa dilamar pribadi pun, kami akan tetap menikah. Kesediaan waktunya. Rasa malunya. Kesabarannya memenuhi semua tuntutan. Membuat tiap sel tubuh bernyanyi 'I will'.

Lamar melamar, pernikahan, hanyalah moment waktu singkat yang harus dilalui untuk merubah dunia single. Dunia tak kan lagi sama. Yang terpusat ke diri sendiri, orang tua dan saudara. Akan ada suami. Akan ada pelayanan seumur hidup yang dipersembahkan untuknya. Alamiah-nya seorang wanita.
Terkadang secara tidak sadar, saat memandangnya, sifat ingin melayani saya muncul. Sepertinya menyenangkan bila dia bahagia. Bahagia bersama saya. Bismillah, semoga kita saling bahagia bersama.
Tak ada yang bisa menduga masa depan berkata apa.
Tapi sepertinya bersamanya, bisa.
Empat huruf sederhana. B.I.S.A

“Mandalawangi-Pangrango” puisi oleh Soe Hok Gie
Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu

Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“Hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”

Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup

Djakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie

Terimakasih untuk kamu. Untuk semuamu.
Penciptamu. Orangtua, lingkungan pembentukmu, dan semesta yang telah mempertemukan kita.


Saya. Hanya. Harus. Pindah


.

6 Januari 2013.

Pertama kalinya saya menginjakkan kaki di ibukota tepatnya di stasiun Jatinegara untuk menyerahkan hidup saya ke dunia orang dewasa. Dunia Kerja.
Yak. Tanggal 7 Januari tahun lalu itu hari Senin, hari pertama kerja. Di perusahaan kontraktor sipil yang berkantor di Bintaro Sektor 1.

Di depan calon mantan tempat kerja.
Berbekal semangat dan tekad untuk berdikari - Berdiri Di atas Kaki Sendiri - Saya jauh jauh datang ke ibu kota. Demi pengalaman.
Teman, sahabat, ibu, saudara terkeren sepanjang hayat kehidupan
  
Sebulan, dua bulan,, hingga akhirnya hampir 21 bulan saya di perusahaan ini. Teman, sahabat, geng jalan-jalan hura-hura, saudara per-satu kosan, orang tua angkat-pemilik kosan, pacar, semuanya saya dapatkan. Allah begitu baiknya pada saya, mempertemukan dan mengakrabkan. Saya sayang mereka semua. Tanpa mereka saya bukan apa-apa di kota besar asing yang tidak saya kenal ini.
Namun yang namanya pertemuaan pasti suatu saat ada perpisahan.
Akhir Agustus saya memutuskan untuk berhenti dari perusahaan ini. Banyak hal yang membuat saya memutuskan menyerah, memutuskan meninggalkan kenyamanan saya. Saya harus pindah. Saya. Hanya. Harus. Pindah.
Geng hura-hura
Demi menambah pengalaman? Demi menambah pendapatan? Demi kenyamanan yang baru?
Well, demi apapun itu. Saya hanya harus pindah.

Proyek penuh perjuangan
Rizki, Bu peggy, Novi, Yanuar, Pram
Masih tersisa sebulan lagi sebelum saya benar-benar hengkang. Ingin rasanya meng-freeze semua kenangan, semua rasa nyaman, semua kasih sayang dari sini untuk dibawa ke tempat yang baru. Iya iya, saya tahu itu mustahil. Biarkan saya berimajinasi.

Iringi dengan doa yak kawan, semoga kita semua berkembang dan bertumbuh ke arah yang lebih baik. Menjadi pribadi yang makin matang, menjadi sosok yang makin sukses.

Note :

Saya menyadari suatu analogi saat saya ijin untuk resign. Dengan alasan "hanya ingin pindah"
Resign itu seperti memutuskan pacar. Memutuskan dengan alasan "Hanya ingin pindah". Ketidaknyamanan yang tidak disadari tapi itu merusak pikiran. Jadi harus putus. Harus cari jodoh lain yang lebih sesuai.

Hahaha. Saya jadi sadar kenapa dulu saya putus atau diputus. Alasannya bisa saja sesimple itu.

Bijak bisa didapat tanpa kesengajaan. 8)



Kisah Lumut. Kamu.


.

Selamat datang 2014!!


Sudah dari lama saya ingin menulis tentang kamu. Lumut. Tapi saya sengaja menundanya, saya menunggu, melihat bagaimana kamu selama sekitar 6 bulan bersama saya. Saya review dulu. Pantaskah cerita kita saya share. Tentang bagaimana kita saling dipertemukan.

Kisah Tembok Beton dan Lumut
Tembok beton menemukannya.
Tumbuh tersembunyi di sudut dingin luasan.
Tumbuh dengan sendirinya.
Tanpa peringatan, kurang ajar.
Disaat angin berhembus kencang dan memporakporandakan keadaan, dengan cuek sporanya muncul. Menempel di sudut. TUmbuh perlahan, pelan-pelan mengekspansi tiap m2.
….
Tembok beton jatuh cinta.
Entah siapa yang girang, si tembok beton yang menemukan teman atau lumut yang menemukan tempat nyaman.

Februari 2013
Bertemu karena ketidaksengajaan. Yak, sebagai warga baru ibukota saya mulai mencari komunitas pertemanan, saya butuh sekelompok orang yang bisa menjadi tempat pelarian saya kala bosan dan penat dengan kerjaan. Untunglah kawan SMA saya mengajak naik gunung bersama teman2 kampusnya. Tanpa ajakan dua kali, saya setuju ikut. Sebodo amat kalaupun saya hanya kenal satu orang. Kan bisa kenalan, pikir saya waktu itu.
And you were there. One of his friend.
Nope, saya tidak berpikir apapun. Saya hanya tertarik berteman. Saya bahagia punya mereka. Saya bahagia menjadi bagian dari mereka.
Kamu..
Kata yang lain si tertarik dengan saya. Haha. *narsis*
Tapi semua tau, saya ada dikisah lain, saya masih setia berada dikisah yang lain. Penuh penghormatan, sama sekali tidak ada upaya menikung. Bahkan saat kamu mengungkapkan pun, kami saling berjanji menjadi kawan. Tidak lebih. *tos*

Mei 2013
Kisah yang saya upayakan untuk berhasil nyatanya harus gagal. Saya harus terima kenyataan. Dan entah kenapa beberapa hari setelah nangis darah saya menghubungi kamu. Apa yang menggerakkan saya? Saya juga heran. Pelarian? Sepertinya iya, saya butuh teman. Dan kamu bisa menjadi pendengar yang baik. Saya butuh pendengar yang baik kala itu.
Mulailah semesta memainkan perannya.
Saling tukar kabar, tukar cerita, sampai akhirnya ada kebutuhan saling mendengarkan. Saya nyaman saat bersama kamu. Lingkungan main, pertemanan, kerjaan, bahkan keluarga kamu kenalkan semua ke saya. Saya bahagia. Berasa menjadi bagian berharga hidup kamu. Sedikit bangga.

Juni 2013
And then you want a commitment.
Yup, I do. Oke, mari kita coba.
Berbekal rasa nyaman dan aman, saya rasa dicintai itu lebih menyenangkan.

November 2013
I’m in love.
Absolutely.
You.
A whole package.
Di bulan inilah saya sadar, sepenuhnya, bahwa saya jatuh cinta padamu. Semuamu. Satu paket. Kepribadian, lingkungan pembentukmu, kenyamanan yang selalu saya rasakan, dan yang pasti rasa aman.
FYI. Saya benci perselingkuhan, sangat, bahkan setitik nila rusak susu sebelanga, saya gampang insecure, saya akui itu. Hal-hal yang sedikit mengarah kesana bisa menjadi bencana. Saya bukan tipe pencemburu, tapi sekalinya saya merasa ada yang tidak beres, saya berinsting. Dan pengalaman pahit membuatnya lebih parah.
Kamu? Insyaallah bukan pribadi seperti itu. Saya menguji cobamu dulu selama hampir 5 bulan sebelum saya benar2 jatuh cinta padamu kan? Haha.

Bismillah.
Semoga kamu yang terbaik yang dipersiapkan Allah untuk saya. Semoga semesta yang berkonspirasi menemukan kita tidak kecewa dengan cerita yang kita tulis. Amin.

Lucu saat sadar bagaimana semesta bekerja sama membuat kita bahagia. Angin memang berhembus meninggalkannya, namun karena angin pula spora lumut datang turut menempel di tembok beton.

Yak. Lunas sudah janji saya untuk bercerita tentang kamu.
Jangan besar kepala ya..^^

cy
Taman Safari ^^